Arogansi Sepihak Berujung Kemarahan Warga

PortalAmbarawa – “Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga.” Akibat ulah satu orang oknum sopir angkot, seluruh pengguna fasilitas umum dibuat ribet. Demikian kira-kira gambaran Tragedi Palang Pintu Kereta Wisata di Jalan Brigjen Sudiarto, Losari, Ambarawa.

Prona vs moncong kereta

Sudah menjadi kebiasaan setiap hari Sabtu dan Minggu, Kereta Wisata relasi Ambarawa-Tuntang melintasi tiga titik perlintasan kereta tanpa palang pintu di Ambarawa. Ketiga perlintasan tanpa palang pintu tersebut tepatnya di Jalan Pemuda, tepatnya di sebelah Depo PT KAI atau di pertigaan Pangsar Ambarawa, perlintasan Losari dekat Koramil Ambarawa dan satu perlintasan menyerong di daerah Tambaksari, Ambarawa. Dari ketiga perlintasan ini, hanya perlintasan di Jalan Pemuda yang memiliki palang pintu. Itupun tak pernah digunakan. Hanya beberapa petugas yang secara manual menghentikan kendaraan tiap kali kereta wisata hendak melintas.

Bagi masyarakat Ambarawa pada umumnya, pasti turut merasa bangga tiap kali gerbong kereta vintage yang secara tidak langsung menjadi icon Ambarawa ini melintas. Rata-rata para pengguna jalan akan berhenti, berdecak kagum bahkan, tiap kali menyaksikan moyang kereta api di negeri ini masih bisa berjalan selaiknya. Terlebih kereta juga selalu melaju dengan perlahan tiap kali melewati perlintasan jalan raya, seolah Sang Masinis memberi jeda, memberi nuansa vintage, di tengah hiruk-pikuk Ambarawa beserta seluruh dinamikanya.

Tak hanya wisatawan asing, bahkan wisatawan domestik sekalipun terlihat begitu antusias, sontak melambaikan tangan tiap kali melewati perlintasan dan diperhatikan oleh seluruh pengguna jalan yang praktis berhenti memberi jalan pada Gerbong Tua yang melintas.

Pemandangan seperti itu sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat Ambarawa. Selain rasa bangga, kesadaran untuk memberi jalan bagi kereta yang hendak melintas adalah wajib hukumnya. Toh tidak setiap hari setiap saat kereta melintas.

Menjadi ironis ketika ulah salah satu oknum pengemudi angkutan prona yang begitu arogan menerobos perlintasan tepat disaat kereta hendak melintas. Tak sedikit warga yang sudah berteriak, mencoba menghentikan, bahkan kereta juga berjalan begitu pelan, namun tetap saja Sang Sopir nekad. Tabrakan tak terelakkan. Angkota merah itupun terseret hingga beberapa meter. Itu yang terjadi pada Minggu siang, 22 Mei 2022, tepat di perlintasan Losari, Ambarawa.

Tak ada korban jiwa. Beberapa tonggak pembatas yang terbuat dari rel baja tercerabut. Sisanya lebih pada kerusakan angkota prona merah yang berbenturan dengan moncong kereta baja yang berjalan perlahan.

“Tak sedikit yang berteriak kalau kereta sudah dekat. Tapi sopir prona tetap nekad.” tutur salah satu warga mengisahkan kejadian yang cukup langka di Ambarawa pada Minggu siang tersebut (22/05/22).

“Para pengguna jalan pasti berhenti tiap kali gerbong kuno tersebut melintas. Bangga rasanya di Ambarawa masih ada lokomotif dan gerbong kuno masih bisa beroperasi walau hanya untuk wisata. Apalagi perlintasan Losari ini tidak seramai perlintasan di dekat depo maupun perlintasan menyerong di daerah Tambaksari. Justru yang di Tambaksari itu yang sering memakan korban sekalipun tak ada kereta melintas. Pengendara sepeda motor seringkali terjatuh jika melintas saat hujan maupun setelahnya dan rel yang menyerong memotong jalan itu begitu licin.” lanjut warga lainnya.

Arogansi yang berujung kemarahan warga.

Arogansi Sepihak

Imbas dari kecelakaan tunggal yang begitu langka terjadi di Ambarawa ini berujung pada pemblokiran dan penutupan Jalan Brigjen Sudiarto tepat di perlintasan Losari sehari setelahnya (Senin, 23/05/22). Awalnya hanya penutupan sebagian jalan. Kendaraan bermotor masih bisa melintas. Untuk kendaraan roda empat harus bergantian. Siangnya, jalan ditutup total di sisi selatan maupun utara rel kereta. Pengguna jalan umum dari arah selatan harus memutar balik. Untuk pengguna jalan umum dari arah utara masih bisa berbelok menuju ke Pasar Warung Lanang serta memalui dua gapura yang terbilang cukup sempit bagi kendaraan besar.

Pegawai PT KAI menutup sebagian Jalan Brigjen Sudiarto tepatnya di perlintasan Losari, Ambarawa.


Kemarahan Warga

Entah apa maksud dan tujuan dari penutupan jalan umum tersebut, pastinya, akibat arogansi seseorang, banyak pengguna jalan umum dirugikan. Sampai senin siang, masih terlihat banyak masyarakat yang bergerombol dan melihat lokasi kejadian dimana prona beradu muka dengan moncong kereta.

Perlintasan Losari sempat ditutup total.

Amarah warga memuncak ketika ruas jalan ditutup total pada Senin siang (23/05/22). Dua buang palang rel baja dipasang melintang di sisi utara dan selatan perlintasan rel kereta. Ujung-ujungnya, warga beramai-ramai mencabut portal yang dipasang permanen menutup Jalan Brigjen Sudiarto.

Penutupan Jalan Brigjen Sudiarto.

Siapa yang arogan? Siapa yang mesti bertanggung jawab? Seperti inilah Ambarawa dan dinamikanya beberapa hari terakhir ini.
Menjadi pelajaran buat kita semua betapa segala persoalan bisa didudukkan bersama, berdiskusi dan dicarikan solusi.

THR Kocak Bikin Ngakak

Idul Fitri menjadi momen yang paling menyenangkan bagi anak-anak. Bukan hanya soal baju baru dan makan ketupat, THR Lebaran jadi hal yang paling dinantikan. Momen mendapatkan THR lebaran menjadi pengalaman yang menyenangkan buat mereka.

Sudah jadi tradisi pula jika keluarga yang lebih tua memberikannya kepada kerabat yang lebih muda, seperti adik dan keponakan. Besaran THR bisa beragam sesuai keikhlasan. Meski demikian, ada juga momen-momen jahil dimana isi THR tidak sesuai ekspektasi.

Ada pula yang dapat prank THR Lebaran. Meski apes, hal tersebut bisa jadi kenangan yang kocak.

Nah, berikut kami rangkum meme kocak angpao Lebaran, dari berbagai sumber.

Arti Mudik Dalam Bingkai Sejarah

Tahukah kalian, kata ‘mudik’ konon berasal dari kata ‘udik’, sebutan untuk masyarakat Betawi yang tinggal di daerah pinggiran Kota Jakarta (selain Jakarta Utara dan Barat). ‘Orang Udik’ dimaknai sebagai orang pinggiran, masyarakat yang sudah menyerah hidup di kota dan kembali ke daerah. Adat kebiasaan ini bermula sekitar tahun 70-an, ketika Metropolitan belumlah seriuh saat ini. Seiring waktu, ‘mudik’ diadaptasi oleh para perantau yang menggadaikan nasibnya di Ibukota dan dijadikan budaya jelang lebaran tiba.

Ilustrasi mudik di zaman dulu (Nasional.kompas.com)


Mudik Bukan Pulang Kampung, Tapi Sejarahnya Ada Sejak Zaman Kerajaan


Secara umum, masyarakat Indonesia boleh bergembira karena pemerintah sudah memperbolehkan masyarakat untuk mudik Lebaran 2022, terlebih setelah dua tahun lalu terhalang dengan parahnya dampak Pandemi Covid-19.

Sejak dulu, mudik lebaran atau biasa disebut pulang kampung sudah menjadi tradisi tahunan yang biasa dilakukan pada bulan Ramadan hingga momen Idul fitri. Mudik lebaran juga menjadi momen spesial bagi perantau yang ingin bersilaturahmi ke orang tua atau sanak saudara sekaligus melepas rindu akan suasana di kampung halaman. Bahkan, berbagai moda transportasi hingga kendaraan bermotor rela digunakan masyarakat saat mudik lebaran.

Meski erat kaitannya dengan pulang kampung, istilah mudik awalnya bukan mengacu pada tradisi tersebut. Menurut JJ Rizal, Sejarawan dan Budayawan Betawi, kata mudik justru berasal dari sejarah kaum urban di Jakarta tepatnya dari istilah ‘udik’.

“Dahulu Kota Jakarta ini ada di dekat wilayah Barat dan Utara, kemudian orang-orang yang kawasan rumah atau kampungnya berada di luar daerah kota disebut sebagai orang udik,” bukanya dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.

Sementara istilah orang udik itu sendiri, diartikan sebagai orang yang tinggal di sebelah Selatan yang jauh dari pusat kota Jakarta.

Kemudian Rizal mengungkapkan, istilah mudik dahulu digunakan untuk kaum urban yang sudah tak sanggup bahkan menyerah tinggal di Kota Jakarta. Namun seiring berjalannya waktu, makna mudik pun meluas hingga banyak yang mengartikan mudik ini untuk istilah pulang ke kampung halaman.

“Mudik bisa dibilang akarnya dari sejarah urban Jakarta, tapi sekarang mudik sudah jadi istilah umum dan perginya bukan ke Selatan Jakarta saja. Tapi sudah kemana-mana,” kata Rizal.

Sejarawan Betawi tersebut menyatakan, istilah mudik juga diperluas oleh masyarakat Betawi tempo dulu.

“Mayoritas orang Betawi juga lah yang ikut memproduksi istilah mudik ini. Jadi arti mudik sebenarnya adalah mereka orang-orang udik yang pindah ke Selatan karena sudah tidak sanggup lagi tinggal di tengah kota Jakarta,” paparnya.

Lebih lanjut, perginya kaum urban ke arah Selatan ini bahkan hingga ke berbagai wilayah di luar Jakarta. Wilayah luar Jakarta yang dimaksud ini yaitu daerah yang sekarang dikenal dengan nama Depok, Bogor, hingga Bekasi.

Sementara itu dilansir dari Kompas.Com menurut artikel yang diterbitkan pada 6 Juni 2018, sejarah mudik sudah terjadi sejak zaman kerajaan.

Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno mengungkapkan, kebiasaan mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam, dimana kebiasaan ini terjadi di wilayah kekuasaan Majapahit hingga ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya.

“Awalnya, mudik tidak diketahui kapan. Tetapi ada yang menyebutkan sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam, ” ujar Silverio.

Karena wilayah kekuasaannya yang luas, Kerajaan Majapahit menempatkan pejabat-pejabatnya di daerah-daerah kekuasaan. Suatu waktu, pejabat itu berkeinginan pulang ke pusat kerajaan untuk menghadap raja dan mengunjungi kampung halamannya.

Menurut Silverio, hal inilah yang kemudian dikaitkan dengan fenomena mudik.

“Selain berawal dari Majapahit, mudik juga dilakukan oleh pejabat dari Mataram Islam yang berjaga di daerah kekuasaan. Terutama mereka balik menghadap raja pada Idul Fitri,” terangnya.

Akan tetapi, istiliah mudik baru populer sekitar 1970-an yang membuat kata ini menjadi sebutan untuk perantau yang pulang ke kampung halamannya.

Selain itu dalam bahasa Jawa, masyarakat mengartikan mudik sebagai akronim dari mulih dhisik yang berarti pulang dulu.

Kemudian, masyarakat Betawi juga mengartikan mudik sebagai ‘kembali ke udik’. Dalam bahasa Betawi, udik berarti kampung yang akhirnya secara bahasa mengalami penyederhanaan dari “udik” menjadi “mudik”.

Silverio juga berpendapat, mudik zaman dulu sudah berbeda dengan zaman sekarang. Dahulu, menurut Silverio, mudik dilakukan secara alami untuk mengunjungi dan berkumpul dengan keluarga. Tapi sekarang, mudik juga lekat dengan ajang eksistensi diri misalnya masyarakat yang datang ke kampung untuk membawa sesuatu yang bisa dibanggakan.

Gempa Skala Tiga Guncang Ambarawa

Portal-AMBARAWA, Tercata hingga Sabtu malam (23/10) pukul 21.11 WIB, sesekali getaran gempa masih dirasakan warga Ambarawa. “Baru kali ini gempa seolah tak ada habisnya. Baru saja getaran cukup besar terjadi lagi.” kata Juliadi, saat diwawancarai PortalAmbarawa pukul 21.15. Juliadi mengaku masih waswas terhadap kemungkinan munculnya gempa-gempa susulan. Ia merasakan, getaran gempa memang relatif kecil. “Tadi yang saya lihat, kabel-kabel listrik sampai bergoyang-goyang.” lanjut Juliadi.

Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Semarang melakukan pengecekan di lapangan, Sabtu (23/10)

Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menyampaikan, gempa utama dengan magnitudo 3 terjadi pada Sabtu dini hari sekitar pukul 00.32 WIB. Gempa menggetarkan sejumlah wilayah, antara lain Ambarawa, Salatiga, Banyubiru, dan Bawen. Pusat gempa di kompleks Gunung Telomoyo. Gempa utama bermagnitudo 3 tersebut diikuti serentetan gempa susulan, dengan magnitudo antara 2,1 sampai 3. Gempa susulan terjadi pukul 6.44. Hingga Sabtu petang, warga masih merasakan terjadinya gempa.

Daryono menjelaskan, Gunung Telomoyo terletak di wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang. Gunung ini berketinggian 1.880 mdpl. “Telomoyo merupakan gunung api yang berbentuk strato, tetapi belum pernah tercatat meletus,” kata Daryono.

Sedangkan episenter gempa terletak pada koordinat 7,296 Lintang Selatan dan 110,38568 Bujur Timur. Tepatnya, di darat pada jarak 13 km arah barat laut Salatiga, dengan kedalaman hiposenter 6 km. Dugaan kuat sumber gempa sesar aktif yang menjadi pemicu gempa ini adalah sesar Merbabu Merapi Telomoyo.

Pasien RSUGM Dievakuasi

BPBD Kabupaten Semarang mendirikan tenda darurat antisipasi dampak gempa susulan Sabtu malam (23/10)

Guncangan yang cukup hebat pada Sabtu malam membuat beberapa sudut bangunan di lantai dua Rumah Sakit Umum Gunawan Mohammad (RSUGM) mengalami keretakan. Pasien di lantai dua segera dievakuasi ke ruang yang lebih aman.

Pemasangan tenda darurat di RSUGM, Sabtu (23/10)

Terlihat pula aktivitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang, mendirikan tenda darurat di pelataran parkir RSGM. Tindakan ini merupakan antisipasi jika terjadi hal-hal yang di luar kendali.

Rangkaian Gempa Tektonik Yang Mengguncang Ambarawa

Serangkaian gempa tektonik yang mengguncang Ambarawa dan sekitar hari ini :

1. Info Gempa Mag:3.0 SR, 23-Oct-21 00:32:05 WIB, Lok:7.296 LS,110.38568 BT (13 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:6 Km ::BMKG-PGR VII

2. Info Gempa Mag:2.9 SR, 23-Oct-21 00:42:54 WIB, Lok:7.333 LS,110.42955 BT (7 km Barat KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:11 Km ::BMKG-PGR VII

3. Info Gempa Mag:2.5 SR, 23-Oct-21 01:25:00 WIB, Lok:7.329 LS,110.38203 BT (12 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:5 Km ::BMKG-PGR VII

4. Info Gempa Mag:2.5 SR, 23-Oct-21 02:35:57 WIB, Lok:7.331 LS,110.38602 BT (12 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:13 Km ::BMKG- PGR VII

5. Info Gempa Mag:2.6 SR 2021-Oct-23 05:29:51 WIB, Lok: 7.31 LS,110.41 BT ( 3 km Timur – AMBARAWA ), Kedlmn:18 Km ::BMKG-SJI

6. Info Gempa Mag:3.0 SR, 23-Oct-21 05:39:21 WIB, Lok:7.322 LS,110.36719 BT (14 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:15 Km ::BMKG-PGR VII

7. Info Gempa Mag:3.0 SR, 23-Oct-21 06:33:46 WIB, Lok:7.300 LS,110.39543 BT (11 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:5 Km ::BMKG-PGR VII

8. Info Gempa Mag:2.7 SR, 23-Oct-21 06:44:56 WIB, Lok:7.267 LS,110.44633 BT (9 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:5 Km ::BMKG-PGR VII

9. Info Gempa Mag:3.1 SR, 23-Oct-21 09:14:09 WIB, Lok:6.998 LS,110.26023 BT (10 km Tenggara KENDAL-JATENG), Kedlmn:6 Km ::BMKG-PGR VII

10. Info Gempa Mag:3.0 SR, 23-Oct-21 09:34:45 WIB, Lok:7.253 LS,110.40529 BT (13 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:9 Km ::BMKG-PGR VII

11. Info Gempa Mag:3.3 SR, 23-Oct-21 09:51:58 WIB, Lok:7.330 LS,110.41431 BT (9 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:5 Km ::BMKG-PGR VII-PGR VII

12. Info Gempa Mag:2.9 SR, 23-Oct-21 09:56:42 WIB, Lok:7.266 LS,110.46561 BT (8 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:11 Km ::BMKG-PGR VII

13. Info Gempa Mag:2.5 SR, 23-Oct-21 10:21:05 WIB, Lok:7.315 LS,110.42342 BT (8 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:8 Km ::BMKG-PGR VII

14. Info Gempa Mag:3.4 SR, 23-Oct-21 10:45:14 WIB, Lok:7.281 LS,110.41985 BT (10 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:17 Km ::BMKG-PGR VII

15. Info Gempa Mag:2.7 SR, 23-Oct-21 14:01:10 WIB, Lok:7.202 LS,110.40163 BT (8 km BaratDaya KAB-SEMARANG-JATENG), Kedlmn:11 Km ::BMKG-PGR VII

16. Info Gempa Mag:2.6 SR, 23-Oct-21 14:05:08 WIB, Lok:7.271 LS,110.30048 BT (14 km TimurLaut TEMANGGUNG-JATENG), Kedlmn:31 Km ::BMKG-PGR VII

17. Info Gempa Mag: 3.2 SR, 23-Oct-21 14:13:48 WIB, Lok: 7.33 LS,110.47 BT ( 45 km Barat Laut Surakarta -Jateng), Kedlmn: 12 Km ::BMKG-TRT

18. Info Gempa Mag:3.0 SR, 23-Oct-21 14:13:50 WIB, Lok:7.354 LS,110.37411 BT (13 km BaratDaya KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:7 Km ::BMKG-PGR VII

19. Info Gempa Mag:3.3 SR, 23-Oct-21 15:29:02 WIB, Lok:7.258 LS,110.45130 BT (9 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:5 Km ::BMKG-PGR VII

20. Info Gempa Mag:2.9 SR, 23-Oct-21 15:56:17 WIB, Lok:7.287 LS,110.40236 BT (11 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:4 Km ::BMKG-PGR VII

21. Info Gempa Mag:3.1 SR, 23-Oct-21 16:02:48 WIB, Lok:7.305 LS,110.44090 BT (6 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:4 Km ::BMKG-PGR VII

22. Info Gempa Mag:2.8 SR, 23-Oct-21 17:01:43 WIB, Lok:7.266 LS,110.44424 BT (9 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:8 Km ::BMKG-PGR VII

23. Info Gempa Mag:3.5 SR, 23-Oct-21 17:15:40 WIB, Lok:7.304 LS,110.40085 BT (11 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:10 Km ::BMKG-PGR VII

24. Info Gempa Mag:2.9 SR, 23-Oct-21 18:58:47 WIB, Lok:7.295 LS,110.43227 BT (8 km BaratLaut KOTA-SALATIGA-JATENG), Kedlmn:4 Km ::BMKG-PGR VII

Tirta Amerta Dalam Gelaran Sendratari Samudra Manthana

Portal-AMBARAWA, dibuka dengan langgam ‘Bengawan Solo’ karya maestro Gesang, Sendratari Gedong Songo yang bertajuk Samudra Manthana digelar di Gedung Pemuda Ambarawa, Sabtu, 16 Oktober 2021.

Adalah prakarsa dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang, bekerja sama dengan Sanggar Genta Timur Mahardika (GTM), sebuah wadah kreasi bagi anak-anak muda Ambarawa, yang menjadi pilar dan menggawangi acara sendratari ini.

Samudra Manthana, sebuah kisah epik tentang pencarian Tirta Amerta sebagai bentuk kesejatian diri, yang melatari sejarah Gedong Songo.

“Jika Prambanan populer dengan Sendratari Ramayana, semoga ke depan Kabupaten Semarang boleh berbangga dengan Gedong Songo dan Sendratari Samudra Manthana-nya.” demikian produser acara Awig Sudjatmiko membuka pagelaran Sendratari Tirta Manthana.

Kolaborasi seni tari, musik, karawitan dan lagu garapan anak-anak muda Bumi Palagan ini mendapat dukungan dari berbagai instansi terkait, mulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan hingga Kabupaten.

Gebyar tari-tarian dengan iringan gamelan serta musik modern, dipadu dengan tata lampu yang cukup spekta, membuat semua yang menyaksikan pagelaran ini tak bergeming, menikmati scene by scene yang disajikan selama hampir satu jam pertunjukan.

Sebuah nuansa eksotisme dibangun lewat gerak, tari, musik dan lagu. Alunan gending gamelan yang dipadu dengan beberapa alat musik modern mengiringi liuk-gemulai para penari di panggung.

Alur kisah yang direpresentasikan oleh para penari serta rampak gamelan yang tiada henti sanggup membius hadirin yang hadir dalam senyap dan ketakjuban.

“Sungguh patut diapresiasi. Sebuah pertunjukan yang mewakili gairah seni anak-anak muda Ambarawa ini memberikan lebih dari sekedar tontonan, sebuah hiburan dan terlebih edukasi seni dan sejatah bagi kita semua. Semoga ke depan nantinya, pemerintah lewat dinas-dinas terkait lebih peduli dan mendorong acara-acara serupa, demi kemajuan seni dan prestasi anak-anak muda Ambarawa.” demikian apresiasi Agus Surawan, seorang pemerhati seni yang cukup lama malang-melintang dalam dunia kesenian di Ambarawa pasca gegap-gempita acara pagelaran Tirta Amerta dalam Sendratari Samudra Manthana.

Head to Head Italia vs Spanyol

Ambarawa – Laga seru akan tersaji di semifinal Euro 2020 Italia Vs Spanyol. Dilihat dari rekor head-to-head kedua tim, laga akan berjalan ketat.
Italia memang lebih diunggulkan pada pertandingan yang dihelat di Wembley, Rabu (7/7/2021) dini hari WIB nanti. Sebab, pasukan Roberto Mancini tersebut lagi panas-panasnya.

Mereka sudah melalui 31 partai tanpa terkalahkan, termasuk 13 kemenangan beruntun di seluruh ajang dan cuma kebobolan dua gol! Gila betul kan? Belum lagi materi pemain Italia merata dari kiper hingga penyerang.

Sementara, Spanyol memang sukses melangkah ke semifinal ini tapi performa mereka belum memuaskan mata. Di fase grup, Spanyol sempat dua kali imbang sebelum menang 5-0 atas Slovakia di matchday terakhir.
Bahkan dua kemenangan di fase gugur, saat menghadapi Kroasia dan Swiss, tidak diraih lewat waktu normal. Lini belakang yang masih kerap melakukan blunder dan lini serang yang suka buang-buang peluang, Spanyol masih banyak PR jelang laga kontra Spanyol.

Tapi, bagaimana dengan rekor head-to-head kedua tim? Dikutip Transfermarkt. Spanyol unggul 13 kemenangan berbanding 11 milik Italia dari total 37 pertemuan. Sisa 13 laga berakhir imbang.

Baca juga : Data dan Fakta Jelang Italia vs Spanyol

Kedua tim sama-sama mencetak 51 gol yang menunjukkan betapa ketatnya laga setiap kedua tim bertemu. Pertemuan terakhir di Piala Eropa 2016, Italia memang berhasil mengalahkan Spanyol 2-0 di babak 16 besar.

Tapi, sebelum itu, Spanyol dua kali menyikat Italia lewat adu penalti di perempatfinal 2008 dan 4-0 di final 2012. Untuk ajang Piala Eropa, Italia dan Spanyol sama-sama meraih dua kemenangan dari enam pertemuan.

Kira-kira di pertemuan ke-38 Italia vs Spanyol, siapa bakal menang?

Data Dan Fakta Jelang Italia vs Spanyol

Ambarawa – Letakkan sejenak kepenatan Covid-19 lengkap dengan segala pelik-konsekuensinya. Siapkan kopi lengkap dengan aneka camilannya, sebab Semifinal Euro 2020 nanti malam akan menghadirkan duel Italia vs Spanyol. Simak data dan fakta jelang laga tersebut.

Pertandingan Italia vs Spanyol akan digelar di Stadion Wembley, Rabu (7/7/2021) dini hari WIB. Kick off akan dimulai pukul 02.00 WIB.
Italia sampai ke semifinal Piala Eropa 2020 dengan catatan sempurna. Gli Azzurri memenangi kelima pertandingannya sejak fase grup, termasuk mengalahkan tim peringkat satu FIFA, Belgia, di babak perempatfinal.

Baca juga : Head to Head Italia vs Spanyol

Di sisi lain, langkah Spanyol tak sepenuhnya mulus. Sejauh ini, La Furia Roja baru satu kali menang dalam waktu normal, yakni saat mengalahkan Slovakia 5-0 di laga terakhir fase grup.

Spanyol sempat harus bertarung hingga babak perpanjangan waktu saat menghadapi Kroasia di babak 16 besar. Tim arahan Luis Enrique itu kemudian juga dipaksa main hingga adu penalti melawan Swiss di perempatfinal.

Siapa yang akan berjaya nanti malam? Berikut data dan fakta dari laga Italia vs Spanyol :

  • Italia hanya pernah mengalahkan Spanyol dua kali dalam 14 pertemuan terakhir di semua kompetisi (D7 L5), dengan skor 2-1 dalam laga persahabatan pada 2011 dan yang terakhir kemenangan 2-0 di Euro 2016 di babak 16 besar, berkat gol Giorgio Chiellini dan Graziano Pelle.
  • Gli Azzurri lolos ke semifinalnya yang ke-12 di turnamen besar (Euro/Piala Dunia). Cuma Jerman (20) yang tampil lebih sering di empat besar di antara tim-tim Eropa.
  • Italia memenangi kelima pertandingan mereka di Euro 2020, satu-satunya tim semifinalis yang masih 100 persen.
  • Spanyol lolos ke semifinal Piala Eropa untuk ketiga kalinya dalam empat edisi terakhir (hanya gagal di 2016). Meski demikian, mereka selalu jadi juara di dua kesempatan terakhir saat masuk ke semifinal (2008 dan 2012).
  • Setelah selalu kalah dalam empat pertandingan pertamanya di Stadion Wembley antara 1955 dan 1968, Spanyol cuma kalah satu kali dalam lima pertandingan terakhir di sana (W2 D2). Meski demikian, mereka tersingkir di Euro 1996 di Wembley, kalah dari Inggris lewat adu penalti.
    So, siapakah yang akan melaju ke babak final?

Menakutkan Mana, Halloween atau Jumat Kliwon?

Portal, AMBARAWA-Pesta Halloween identik dengan mitos yang terkait dengan hantu dan setan. Halloween sebenarnya merupakan pesta jelang tahun baru yang dirayakan tiap tanggal 1 November oleh Kaum Celtic (sekarang tinggal di wilayah Iralandia, Inggris, dan Prancis bagian utara) yang hidup 2.000 tahun. Halloween merupakan momen saat dunia hidup dan dunia kematian tak lagi berbatas.

Ditandai dengan berakhirnya musim panas dan bermulanya musim dingin, perayaan ini selalu dikaitkan dengan kematian manusia. Kaum Celtic percaya bahwa pada malam jelang tahun baru ini, batas antara dunia manusia dan dunia orang mati menjadi tidak jelas, blur alias tak berbatas.

Pada 31 oktober malam dirayakan Festival Samhain. Festival ini diyakini sebagai saat bangkitnya hantu-hantu yang telah mati. Banyak orang berkumpul memakai kostum kepala hewan atau makhluk-makhluk halus lain.

Sama dengan orang-orang Eropa ini, orang Jawa juga punya keyakinan tentang momen penting yang selalu menjadi saat menegangkan bagi anak-anak zaman modern yang tak tahu latar belakang cerita, semisal hari kliwon.

Penanggalan Jawa ini menjadi menakutkan di kalangan banyak orang modern, terutama bila sudah sampai pada rotasi saat hari Jumat bertemu dengan pasaran Kliwon, Jadilah Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon.

Orang selalu berpikir tentang hal-hal yang gaib, setan, dan semua yang terkait dengan hal-hal menakutkan seperti juga Hallowen. Padahal, dalam kasanah budaya Jawa, Hari Selasa atau Jumat Kliwon menjadi istimewa bukan karena saat itu banyak setan gentayangan melainkan merupakan saat turunnya ‘kesaktian Tuhan’, yang disebut Hari Yoni.

Asumsi penganut mistik kejawen, barokah atau berkat sering juga identik dengan daya kasekten atau kesaktian. Manusia yang mendapat berkah pasti akan mendapatkan daya linuwih (kekuatan hidup yang lebih).

Orang Jawa zaman dahulu berpuasa selama 40 hari dengan puncak puasa yang berakhir pada malam Jumat kliwon. Meski orang saat ini hanya mengambil tiga hari puasa untuk mewakili 40 hari puasanya mulai hari Rabu Wage, Kamis Pon, puncaknya tetap malam Jumat Kliwon.

Dalam struktur perhitungan penanggalan Jawa, pasaran kliwon berada di tengah. Oleh karenanya, mistik kejawen yang bernuansa donga (doa) spiritual dalam segala hal, diharapkan melalui pemilihan hari yang tepat sehingga akan memudahkan terkabulnya apa yang diharapkan maupun dicita-citakan.

Bale Sigala-Gala

Ambarawa tak kurang dari 24 jam akan segera menentukan pilihan pemimpinnya. Banyak kisah menarik selama menyimak perkembangan sosio-politik di Bumi Palagan. Namun itu tak begitu penting. Covid 19 lebih banyak menyita waktu hingga emosi.

Tulisan berikut hanyalah sekedar permenungan, pemimpin seperti apakah yang akan kita pilih esok hari? Tanpa mengurangi rasa hormat dan mengorek cela yang ada, baiklah kita belajar sedikit dari kisah kuno berikut.

Langsung saja kita simak dan ambil hikmahnya. Semoga kisah besar ini dapat menjadi refleksi permenungan dalam menentukan pemimpin kita hingga 5 tahun ke depan.

BALE SIGALA-GALA : SEBUAH POLITIK KALAP

Kisah ini menceritakan Prabu Jalasengara raja Pringgala menyerang Kerajaan Hastina, yang dilanjutkan dengan peristiwa pembakaran Balai Sigala-gala yang dilakukan Patih Sangkuni dan para Kurawa untuk membunuh para Pandawa dan Dewi Kunti.

RADEN PUNTADEWA DILANTIK SEBAGAI PANGERAN MAHKOTA

Adipati Dretarastra di Kerajaan Hastina memimpin pertemuan yang dihadiri oleh Resiwara Bisma, Dewi Gandari, Raden Yamawidura, Patih Sangkuni, Resi Druna, dan Resi Krepa. Hari itu mereka membahas tentang keberhasilan para Pandawa dalam menangkap Prabu Drupada dan Arya Gandamana di Kerajaan Pancala. Kini, setengah dari wilayah Kerajaan Pancala telah menjadi milik Resi Druna yang disatukan dengan Padepokan Sokalima. Sementara itu, Prabu Drupada pindah ke Pancala bagian selatan dan mendirikan negara baru bernama Kerajaan Cempalareja.

Sesuai dengan kesepakatan di awal, barangsiapa bisa menangkap Prabu Drupada dan Arya Gandamana, berhak menjadi ahli waris takhta Kerajaan Hastina. Maka, pada hari itu Adipati Dretarastra dengan berat hati melantik Raden Puntadewa sebagai pangeran mahkota. Dalam hati ia sangat kecewa karena bukan putra-putranya yang berhasil menaklukkan Kerajaan Pancala.

PRABU JALASENGARA MENANTANG RAJA HASTINA

Setelah upacara pelantikan selesai, tiba-tiba Raden Suyudana datang menghadap untuk menyampaikan surat yang dikirim Prabu Jalasengara, raja negeri Pringgala. Raden Yamawidura mewakili Adipati Dretarastra menerima surat itu dan membaca isinya yang ternyata berisi tantangan untuk raja Hastina. Dalam surat tersebut Prabu Jalasengara ingin menjadikan Hastina sebagai negeri jajahan Pringgala, baik itu secara damai ataupun dipaksa dengan cara kekerasan.

Adipati Dretarastra marah mendengar isi surat tersebut. Ia pun memerintahkan Patih Sangkuni untuk mempersiapkan pasukan guna menghadapi musuh dari Kerajaan Pringgala tersebut. Raden Suyudana mengajukan diri sebagai senapati demi melindungi negara. Namun, Patih Sangkuni mengusulkan agar Raden Puntadewa saja yang memimpin pertempuran. Tentu ini menjadi kesempatan baginya sebagai calon raja untuk membuktikan apakah mampu melindungi Kerajaan Hastina.

Raden Yamawidura melarang Raden Puntadewa pergi berperang karena ia paham Patih Sangkuni pasti berniat mencelakakan keponakannya itu. Namun, Patih Sangkuni menuduh Raden Yamawidura berburuk sangka kepadanya. Ia berpendapat bahwa seorang calon raja harus bisa melindungi negara dari ancaman musuh, bukannya malah enak-enakan tinggal di istana minta dilindungi.

Raden Yamawidura berkata bahwa Raden Puntadewa tidak perlu membuktikan diri lagi, karena dia sudah terbukti mampu menaklukkan Kerajaan Pancala beberapa waktu yang lalu. Patih Sangkuni menjawab memang benar Raden Puntadewa berhasil menaklukkan Kerajaan Pancala, tetapi yang ia pimpin saat itu hanyalah adik-adiknya yang berjumlah empat orang saja. Kali ini jelas beda, karena ia harus membuktikan diri apakah mampu memimpin bala tentara yang berjumlah ribuan orang.

Raden Puntadewa menyetujui pendapat Patih Sangkuni. Ia lalu meminta Adipati Dretarastra agar menunjuk dirinya sebagai senapati menghadapi Prabu Jalasengara. Adipati Dretarastra setuju. Raden Puntadewa pun diangkat sebagai senapati, sedangkan Raden Suyudana sebagai wakilnya. Setelah mendapat restu, mereka berdua segera keluar mempersiapkan pasukan.

PATIH SANGKUNI MERENCANAKAN KEMATIAN PARA PANDAWA

Setelah Adipati Dretarastra membubarkan pertemuan, Patih Sangkuni didampingi Bambang Aswatama (putra Resi Druna) menemui para Kurawa yang menunggu di paseban luar. Raden Suyudana bertanya mengapa tadi Patih Sangkuni mencegah dirinya menjadi senapati, tetapi justru mengusulkan Raden Puntadewa saja yang memimpin pasukan. Bukankah ini justru memberi peluang kepada para Pandawa untuk semakin disukai rakyat apabila mereka nanti berhasil memenangkan pertempuran?

Patih Sangkuni menjelaskan bahwa mata-matanya telah menyelidiki siapa itu Prabu Jalasengara dari Pringgala. Konon Prabu Jalasengara memiliki kesaktian tinggi dan banyak mengalahkan raja-raja lain di seberang lautan. Kini ia berniat menaklukkan Kerajaan Hastina yang merupakan negeri terbesar di Tanah Jawa. Patih Sangkuni merasa ini adalah kesempatan untuk menyingkirkan Raden Puntadewa beserta para Pandawa lainnya. Mereka berlima pasti menemui ajal di tangan Prabu Jalasengara. Dengan demikian, Raden Suyudana memiliki peluang besar untuk dilantik sebagai pangeran mahkota yang baru.

Raden Durmagati tidak yakin para Pandawa akan binasa di tangan Prabu Jalasengara. Justru ia berpendapat raja Pringgala itulah yang akan tewas di Kerajaan Hastina. Patih Sangkuni menjawab bahwa itu hanyalah rencana pertamanya saja. Jika sampai para Pandawa berhasil mengalahkan Prabu Jalasengara, ia mengaku masih memiliki rencana kedua yang saat ini belum bisa dibicarakan.

Raden Suyudana dapat menerima penjelasan sang paman. Ia lalu memerintahkan adik-adiknya, yaitu Raden Dursasana, Raden Surtayu, Raden Durmagati, Raden Kartawarma, Raden Citraksa, dan Raden Citraksi untuk menyiagakan pasukan, pura-pura berada di bawah perintah Raden Puntadewa.

PARA PANDAWA MENUMPAS PASUKAN PRINGGALA

Sementara itu, Prabu Jalasengara telah mengerahkan pasukan Pringgala untuk menyerang, dengan didampingi Patih Purotama dan Tumenggung Purocana. Tidak lama kemudian mereka pun berhadapan dengan pasukan Hastina yang dipimpin oleh Raden Puntadewa.

Raden Bratasena (Bima) dan Raden Permadi (Arjuna) meminta izin kepada Raden Puntadewa untuk maju ke garis depan. Raden Puntadewa merestui kedua adiknya itu. Raden Bratasena lalu menyerang Prabu Jalasengara, sedangkan Raden Permadi menyerang Patih Purotama.

Pertempuran pun meletus di antara kedua pihak. Raden Permadi berhasil menewaskan Patih Purotama, sedangkan Raden Bratasena masih sibuk bertarung melawan Prabu Jalasengara. Ternyata Prabu Jalasengara memang memiliki kesaktian tinggi, sehingga tidak percuma ia berani menantang Kerajaan Hastina. Setelah matahari condong ke barat, barulah Raden Bratasena berhasil membunuh raja dari Pringgala tersebut dengan susah payah.

PATIH SANGKUNI BERENCANA MEMBAKAR PARA PANDAWA

Sementara itu, Tumenggung Purocana ketakutan melihat raja dan patihnya tewas. Ia berniat melarikan diri tetapi tertangkap oleh Raden Suyudana dan Raden Dursasana. Kepada kedua Kurawa itu ia memohon ampun dan meminta agar dirinya jangan dibunuh. Patih Sangkuni muncul dan bertanya apa keuntungannya jika Tumenggung Purocana diampuni. Tumenggung Purocana menjawab bahwa dirinya ahli dalam membuat bangunan istana dari bahan apa saja. Ia berjanji akan membangun sebuah istana dari emas permata untuk Raden Suyudana.

Patih Sangkuni tidak tertarik pada istana emas permata. Ia berjanji akan mengampuni Tumenggung Purocana apabila mampu membangun sebuah istana dari bahan-bahan yang mudah terbakar di daerah Waranawata, sebelah selatan ibukota Kerajaan Hastina. Tumenggung Purocana menjawab sanggup dan segera mohon pamit untuk melaksanakan tugas tersebut, di bawah pengawasan Raden Dursasana.

Patih Sangkuni lalu berkata kepada Raden Suyudana agar mulai hari ini pura-pura bersikap baik kepada Raden Puntadewa. Atas kemenangan terhadap Prabu Jalasengara tadi, Raden Suyudana hendaknya menghadiahkan istana buatan Tumenggung Purocana kepada para Pandawa. Begitu menghuni istana tersebut, para Pandawa akan dibakar hidup-hidup di dalamnya seolah mereka mati kecelakaan. Dengan demikian, para Kurawa dapat berkuasa di Kerajaan Hastina tanpa harus dipersalahkan oleh Resiwara Bisma dan Raden Yamawidura.

Raden Suyudana bertanya bagaimana dengan Dewi Kunti yang selalu menemani anak-anaknya. Apabila para Pandawa dibakar di dalam istana Waranawata, bisa-bisa Dewi Kunti juga ikut terbakar. Dalam hal ini Raden Suyudana merasa tidak tega karena Dewi Kunti selalu menyayangi para Kurawa tidak beda dengan para Pandawa. Patih Sangkuni menjawab Dewi Kunti memang sangat baik dan welas asih. Untuk itu, lebih baik dia ikut mati bersama para Pandawa daripada hidup menderita karena berpisah dengan anak-anaknya. Jika sampai Dewi Kunti hidup sendiri tentu akan sangat menderita dan bisa-bisa menyusul bunuh diri.

Raden Suyudana akhirnya dapat menerima siasat sang paman yang keji itu. Ia pun berjanji akan menyimpan rapat-rapat rahasia ini sampai kelak waktunya tiba.

RADEN SUYUDANA MEMPERSEMBAHKAN ISTANA UNTUK PARA PANDAWA

Satu bulan kemudian Raden Dursasana mengirim laporan kepada Patih Sangkuni dan Raden Suyudana bahwa Tumenggung Purocana telah selesai membangun istana di Waranawata. Istana itu terbuat dari bahan-bahan yang mudah terbakar, antara lain kayu kering, lilin, sendawa, damarsela, belerang, dan juga minyak gala-gala. Tumenggung Purocana menyebut istana buatannya itu dengan nama Balai Sigala-gala.

Patih Sangkuni memuji kehebatan Tumenggung Purocana yang mampu menyelesaikan tugasnya dalam waktu satu bulan. Ia pun membalas laporan Raden Dursasana agar Tumenggung Purocana tetap ditahan di Waranawata jangan boleh pergi dulu. Patih Sangkuni berjanji akan memberikan hadiah yang lebih besar setelah para Pandawa tewas.

Patih Sangkuni lalu memberi tahu Raden Suyudana bahwa rencana jahatnya sudah bisa dilaksanakan. Raden Suyudana segera berangkat menemui Raden Puntadewa. Setelah bertemu sepupunya itu, Raden Suyudana pura-pura meminta maaf karena selama ini para Kurawa sering berlaku jahat kepada para Pandawa. Kini ia sadar bahwa takhta Kerajaan Hastina memang hak milik Raden Puntadewa. Ia berjanji mulai hari ini semua Kurawa akan patuh terhadap perintah Raden Puntadewa. Sebagai bukti ketulusan hatinya, Raden Suyudana pun mempersembahkan sebuah istana indah di Waranawata sebagai tempat para Pandawa dan Dewi Kunti bertamasya.

Raden Puntadewa berterima kasih atas niat baik Raden Suyudana namun ia tidak dapat menerima pemberian istana tersebut. Raden Suyudana terus mendesak dengan mengatakan bahwa pemandangan di Kota Waranawata sangat indah. Para Pandawa sudah berjasa menaklukkan Prabu Drupada, Arya Gandamana, dan Prabu Jalasengara sehingga pantas mendapatkan libur beberapa hari untuk bertamasya dan beristirahat di istana Waranawata. Jika sampai Raden Puntadewa menolak pemberian ini maka itu akan sangat mengecewakan Raden Suyudana yang sudah berniat tulus ingin memperbaiki hubungan.

Raden Puntadewa yang pada dasarnya selalu berprasangka baik akhirnya menerima pemberian istana itu tanpa curiga sedikit pun. Ia bersedia menempati istana di Waranawata tersebut dan balik mengundang Raden Suyudana untuk ikut tamasya bersama. Raden Suyudana setuju dan menentukan pada bulan purnama nanti dirinya akan menemani para Pandawa dan Dewi Kunti pergi ke Waranawata.

RADEN PUNTADEWA MENANGKAP PESAN RAHASIA DARI RADEN YAMAWIDURA

Raden Yamawidura telah mendengar berita bahwa Raden Suyudana tiba-tiba berubah baik kepada para Pandawa dan mempersembahkan hadiah berupa istana di Waranawata. Karena curiga, ia pun mengirimkan pembantunya yang bernama Arya Jayasemedi untuk tugas rahasia menyelidiki istana tersebut. Setelah mengamati dengan seksama tanpa ketahuan, Arya Jayasemedi segera mengirim laporan kepada Raden Yamawidura bahwa istana di Waranawata itu terbuat dari bahan-bahan yang mudah terbakar.

Raden Yamawidura menyimpulkan bahwa Raden Suyudana berniat membakar para Pandawa dan Dewi Kunti. Sayang sekali, Raden Puntadewa sudah terlanjur menerima hadiah tersebut, sehingga Raden Yamawidura tidak dapat membatalkannya. Namun demikian, pada hari ketika para Pandawa dan Dewi Kunti berpamitan kepada Adipati Dretarastra sekeluarga, Raden Yamawidura sempat menyampaikan pesan rahasia, yaitu tentang hewan tikus yang mampu menyelamatkan diri dengan memasuki lorong bawah tanah apabila terjadi kebakaran rumah. Para Pandawa tidak memahami maksud perkataan Raden Yamawidura itu, kecuali Raden Puntadewa. Diam-diam Raden Puntadewa dapat membaca pesan dari sang paman, bahwa para Kurawa berniat membakar istana Waranawata.

RADEN YAMAWIDURA MEMINTA BANTUAN RESI GUNABANTALA

Setelah para Pandawa dan Dewi Kunti berangkat menuju Kota Waranawata, diam-diam Raden Yamawidura pergi pula ditemani para panakawan menuju tempat tinggal mertuanya, yaitu Resi Gunabantala di Padepokan Argakumelun. Kepada sang mertua, Raden Yamawidura menceritakan tentang rencana para Kurawa yang ingin membakar para Pandawa dan ibu mereka di istana Waranawata. Untuk itu, ia pun memohon kepada Resi Gunabantala agar menyelamatkan para Pandawa dan Dewi Kunti sebagaimana dulu mertuanya itu pernah menyelamatkan Arya Gandamana saat dijebak Arya Suman (Patih Sangkuni) di dalam sumur upas.

Resi Gunabantala menyanggupi permintaan sang menantu. Ia pun mengheningkan cipta dan seketika wujudnya berubah menjadi seekor landak putih. Dengan cekatan hewan landak tersebut segera menggali terowongan bawah tanah menuju ke arah istana Waranawata berada.

TUMENGGUNG PUROCANA MENYEMBUNYIKAN JANDA BERANAK LIMA

Sementara itu di istana Waranawata, Tumenggung Purocana didatangi janda miskin bernama Nyai Bilasa yang meminta sedekah. Janda miskin tersebut memiliki lima anak laki-laki yang ikut mengemis bersamanya. Meskipun seorang gelandangan, namun Nyai Bilasa memiliki paras cantik dan berkulit hitam manis, membuat Tumenggung Purocana tertarik kepadanya.

Tumenggung Purocana pun berterus terang ingin menikahi Nyai Bilasa setelah dirinya mendapat hadiah dari Patih Sangkuni kelak. Ia lalu menyuruh janda miskin itu bersama kelima anaknya untuk bersembunyi di dapur istana. Mereka boleh makan dan minum sepuasnya, tetapi jangan sampai ketahuan para Kurawa dan Patih Sangkuni. Nyai Bilasa dengan senang hati bersedia menjadi istri Tumenggung Purocana. Dalam hati ia membayangkan bahwa sebentar lagi derajatnya akan meningkat luar biasa, dari seorang pengemis menjadi istri pejabat.

PATIH SANGKUNI MENGAJAK PARA PANDAWA BERPESTA

Para Pandawa dan Dewi Kunti ditemani Patih Sangkuni dan Raden Suyudana telah tiba di istana Waranawata. Mereka disambut Raden Dursasana dan Tumenggung Purocana yang telah berada di situ sejak awal pembangunan. Melihat keindahan istana yang dibangun Tumenggung Purocana hanya dalam waktu satu bulan tersebut membuat mereka merasa sangat takjub.

Malam harinya, Patih Sangkuni mengajak para Pandawa berpesta pora. Ia menghadirkan para penari serta berbagai macam makanan dan minuman untuk menjamu para Pandawa, sebagai hadiah atas kemenangan mereka menumpas Prabu Jalasengara. Dewi Kunti tidak menyukai acara tersebut dan memilih masuk ke kamar dengan ditemani si kembar Raden Nakula dan Raden Sadewa.

Patih Sangkuni lalu mengajak Raden Puntadewa bermain dadu untuk menikmati indahnya malam. Raden Puntadewa mengaku tidak bisa sama sekali. Patih Sangkuni sanggup mengajarinya. Pada dasarnya Raden Puntadewa sangat cerdas, sehingga hanya belajar sebentar saja ia langsung paham.

Patih Sangkuni memulai permainan dadu sambil mengajak minum-minuman keras. Raden Puntadewa bersedia bermain, namun memilih minuman jenis lain yang tidak memabukkan. Raden Bratasena dan Raden Permadi juga demikian.

Demikianlah, Patih Sangkuni didampingi Raden Suyudana dan Raden Dursasana bermain dadu melawan Raden Puntadewa yang didampingi Raden Bratasena dan Raden Permadi. Mereka bermain sampai beberapa putaran sambil menikmati makanan dan minuman. Setelah lewat tengah malam, para Pandawa belum juga mengantuk, justru Raden Suyudana dan Raden Dursasana yang mulai mabuk akibat pengaruh minuman keras.

Patih Sangkuni gelisah karena rencana membakar istana Waranawata bisa gagal jika para Pandawa tidak segera tidur. Raden Puntadewa menyadari kegelisahan Patih Sangkuni itu. Ia pun pura-pura mengantuk. Merasa mendapat peluang, Patih Sangkuni segera menyudahi permainan dan mempersilakan para Pandawa untuk beristirahat di kamar.

PEMBAKARAN BALAI SIGALA-GALA

Setelah ketiga Pandawa masuk ke kamar, Patih Sangkuni dengan susah payah membangunkan Raden Suyudana dan Raden Dursasana. Mereka bertiga lalu keluar istana dan memulai pembakaran. Pada dasarnya istana Waranawata terbuat dari bahan-bahan yang mudah terbakar, sehingga dalam sekejap saja api sudah membumbung tinggi dan berkobar menyala-nyala.

Tumenggung Purocana datang menemui Patih Sangkuni untuk menagih bayaran. Patih Sangkuni menjawab bahwa bayaran Tumenggung Purocana ada di dalam istana. Ia lalu memberi isyarat kepada Raden Dursasana. Tanpa ampun, Raden Dursasana pun menangkap Tumenggung Purocana, kemudian melemparkan tubuhnya ke dalam kobaran api.

Demikianlah, Patih Sangkuni telah melenyapkan saksi mata pembakaran Balai Sigala-Gala seolah-olah dia ikut mati terbakar bersama para Pandawa dan Dewi Kunti.

LANDAK PUTIH MENYELAMATKAN PARA PANDAWA DAN DEWI KUNTI

Ketika masuk ke dalam kamar tadi, Raden Puntadewa segera membangunkan Dewi Kunti dan si kembar agar mereka bersiaga. Begitu kebakaran terjadi, Raden Bratasena yang perkasa langsung menyambar ibu dan saudara-saudaranya untuk menyelamatkan diri. Dewi Kunti dipangul di pundak, Raden Puntadewa dan Raden Permadi digendong menggunakan lengan kanan, sedangkan si kembar digendong menggunakan lengan kiri. Raden Bratasena lalu berlari ke sana kemari dan sesekali melompat menghindari puing-puing bangunan yang berjatuhan karena dimakan api.

Api berkobar semakin besar. Si kembar mulai menangis ketakutan, sedangkan Raden Puntadewa tetap berdoa dengan penuh keyakinan bahwa bantuan yang dikirim Raden Yamawidura pasti segera datang. Benar juga, ketika jalan keluar sudah buntu dan hawa semakin panas, tiba-tiba muncul seekor landak putih yang bisa berbicara dari dalam tanah. Raden Bratasena teringat bahwa landak putih ini dulu pernah menolong Arya Gandamana saat terkubur di dalam sumur upas. Tanpa pikir panjang ia pun mengikuti landak putih tersebut terjun ke dalam terowongan bawah tanah sambil tetap menggendong ibu dan keempat saudaranya.

Pagi harinya, Balai Sigala-gala tinggal puing-puingnya saja. Patih Sangkuni, Raden Suyudana, dan Raden Dursasana menemukan mayat Tumenggung Purocana telah hangus menjadi arang. Mereka juga menemukan mayat seorang wanita dan lima laki-laki yang telah rusak dan tidak dapat dikenali lagi, berserakan di ruang dapur. Raden Suyudana dan Raden Dursasana pun bersorak-sorak karena yakin itu adalah mayat Dewi Kunti dan para Pandawa. Namun demikian, Patih Sangkuni menyuruh mereka pura-pura bersedih jika nanti melapor kepada Adipati Dretarastra di istana. Mereka harus mengarang cerita bahwa kebakaran ini terjadi akibat Raden Bratasena ceroboh menyenggol lampu minyak sehingga jatuh dan membakar dinding istana.

DEWI KUNTI DAN PARA PANDAWA MENOLAK PULANG KE HASTINA

Sementara itu, Raden Bratasena (sambil menggendong ibu dan saudara-saudaranya) masih berlari menelusuri terowongan bawah tanah mengikuti si landak putih. Setelah berlari lumayan jauh, mereka akhirnya sampai di permukaan, di mana Raden Yamawidura dan para panakawan telah menunggu.

Raden Yamawidura terharu dan bersyukur melihat kakak ipar dan para keponakannya selamat dari kebakaran. Namun demikian, Dewi Kunti menolak saat diajak kembali ke Kerajaan Hastina. Dewi Kunti adalah janda Prabu Pandu tetapi hidupnya dianiaya oleh Adipati Dretarastra sekeluarga. Meskipun Raden Yamawidura berniat menuntut keadilan untuk menghukum para Kurawa, tetap saja Adipati Dretarastra akan membela anak-anaknya itu. Maka, Dewi Kunti lebih baik mengajak para Pandawa hidup berkelana daripada tinggal di istana dengan perasaan tersiksa. Para Pandawa pun menyetujui keinginan sang ibu. Mereka menolak ikut sang paman pulang ke istana Hastina.

Raden Yamawidura dapat memahami perasaan kakak iparnya. Ia merasa ada baiknya para Pandawa pergi berkelana karena ini akan menambah pengalaman hidup bagi mereka. Untuk sementara ini, biarlah para Kurawa berpesta pora mengira para Pandawa dan Dewi Kunti telah meninggal dunia.

Dewi Kunti dan para Pandawa lalu berpamitan kepada Resi Gunabantala dan Raden Yamawidura. Tidak lupa mereka berterima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Raden Yamawidura lalu meminta Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong agar menemani kepergian para Pandawa dan Dewi Kunti. Para panakawan itu mematuhi dan ikut pergi berkelana bersama mereka.

PERKAWINAN RADEN BRATASENA DENGAN DEWI NAGAGINI

Dewi Kunti dan para Pandawa kini memulai hidup sebagai pengembara. Di tengah jalan tiba-tiba  mereka merasa dunia seperti berputar kencang dan tahu-tahu tubuh mereka sudah berada di dalam sebuah istana megah. Di dalam istana itu tampak seorang dewa yang menyambut kedatangan mereka dengan ramah.

Kyai Semar mengenali dewa tersebut tidak lain adalah Batara Anantaboga, sedangkan istana megah yang menjadi tempat tinggalnya adalah Kahyangan Saptapratala. Batara Anantaboga meminta maaf telah membawa mereka semua masuk ke dalam istananya yang terletak di bawah tanah menggunakan Aji Pameling. Ini semua karena permintaan putrinya yang bernama Dewi Nagagini. Tadi malam Dewi Nagagini bermimpi menikah dengan Raden Bratasena dan ketika bangun, ia mohon pamit kepada sang ayah untuk pergi mencari pangeran gagah tersebut. Namun, Batara Anantaboga melarang putrinya itu pergi dan ia sanggup mendatangkan Raden Bratasena beserta seluruh keluarganya di Kahyangan Saptapratala.

Melihat Dewi Nagagini yang cantik jelita ingin menjadi istrinya, Raden Bratasena merasa tidak keberatan. Namun, ia segan kepada sang kakak sulung, yaitu Raden Puntadewa jika dirinya menikah lebih dulu. Raden Puntadewa menjawab tidak masalah jika Raden Bratasena mendahului dirinya berumah tangga. Kelahiran atau perjodohan sudah menjadi suratan takdir Sang Pencipta. Seseorang yang lahir lebih dulu belum tentu bertemu jodohnya lebih dulu. Jika ada seorang adik sudah dianggap mampu dan siap untuk berumah tangga, maka sang kakak sebaiknya mendukung, bukannya menghalangi dengan berbagai macam alasan.

Batara Anantaboga memuji sifat luhur Raden Puntadewa. Ia lalu menikahkan Raden Bratasena dan Dewi Nagagini dengan upacara sederhana di Kahyangan Saptapratala.

CATATAN :

Kisah Prabu Jalasengara menyerang Kerajaan Hastina, pembakaran Balai Sigala-gala, serta perkawinan Raden Bratasena dengan Dewi Nagagini menurut Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Pustakaraja Purwa terjadi pada tahun Suryasengakala 692 yang ditandai dengan sengkalan “Sikaraning Rudra angrasa barakan”, atau tahun Candrasengkala 713 yang ditandai dengan sengkalan “Geni sawukir sirna”.

Tulisan ini diolah dari sumber kitab Mahabharata karya Resi Wyasa yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, dengan sedikit pengembangan seperlunya oleh Heri Purwanto.

Lauda Si

Mensyukuri Bumi, Anugerah Ilahi

Jumat, 27 April 2018 yang lalu, menjadi hari dan bilangan angka yang penting bagi warga Desa Bejalen, Ambarawa. Terik matahari yang menyengat tak mengurangi semangat warga untuk bahu-membahu menyelenggarakan Misa Alam dalam rangka perayaan ke-94 Gereja Katholik Paroki Santo Yusup Ambarawa. Lanjutkan membaca Lauda Si

Cipta Media Komunikasi Bersama